Dalam kehidupan
sehari-hari, kita sudah sangat akrab dengan istilah tinggi badan. Yup, mengukur
tinggi badan merupakan suatu hal yang sangat lumrah, bahkan setiap orang pasti
pernah melakukannya. Namun bagaimana dengan panjang badan?
Istilah panjang
badan memang jarang digunakan, karena istilah ini hanya digunakan untuk
mengukur tinggi badan anak yang belum bisa berdiri (biasanya untuk anak usia
kurang dari 2 tahun). Karena itulah digunakan istilah panjang badan karena yang
diukur bukan tinggi melainkan panjang badan.
Pada masa 2 tahun pertama
kehidupan (bayi dibawah dua tahun/baduta) memiliki karakteristik pertumbuhan
fisik serta perkembangan sosial yang cepat. Perubahan-perubahan dapat terjadi
pada masa tersebut yang akan mempengaruhi cara serta asupan makanan. Di
Indonesia masalah gizi masih menjadi masalah nasional. Kelompok usia bayi
dibawah dua tahun (baduta) termasuk kelompok yang rentan terhadap masalah gizi.
Kriteria
utama untuk menentukan status gizi pada bayi dibawah usia 2 tahun adalah dengan
menggunakan indeks antropometri. Ada 3 indeks yang dipakai yaitu berat badan
untuk umur, panjang badan untuk umur dan berat badan untuk panjang badan.
Status gizi dapat diklasifikasikan status gizi baik, kurang, buruk atau lebih.
Berikut
penjelasan lebih lengkap mengenai panjang badan. Dozo...
Pengukuran anthropometri dibutuhkan untuk mengetahui status gizi seseorang. Pengukuran
panjang badan dimaksudkan untuk mendapatkan data panjang badan anak yang belum bisa berdiri agar dapat
diketahui status gizi anak. Untuk
mengukur panjang badan bayi digunakan alat ukur yang disebut Length Board atau
Infantometer.
Cara pengukuran :
1.
Letakan pengukur panjang badan pada meja atau tempat yang rata .Bila tidak ada
meja, alat dapat
diletakkan di atas tempat yang datar (misalnya, lantai).
2.
Letakkan alat ukur dengan posisi panel kepala di sebelah kiri dan panel penggeser
di sebelah kanan
pengukur. Panel kepala adalah bagian yang tidak bisa digeser.
3.
Tarik geser bagian panel yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh
bayi/anak.
4.
Baringkan bayi/ anak dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi/anak
menempel pada bagian panel yang tidak dapat digeser.
5.
Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut bayi/ anak sampai lurus dan menempel pada
meja/tempat menaruh alat ukur. Tekan telapak kaki bayi/anak sampai membentuk
siku, kemudian geser bagian panel yang dapat digeser sampai persis
menempel pada telapak kaki bayi/ anak.
6.
Bacalah panjang badan bayi/anak pada skala kearah angka yang lebih besar. Misalkan:
67,5 cm.Jangan lupa untuk mencatat hasil pengukuran.
7. Setelah pengukuran selesai, kemudian bayi/anak
diangkat.
Infantometer ini sudah lebih akurat daripada alat pengukur panjang badan aluminium biasa. Karena alat pengukur badan aluminium manual memiliki kelemahan, diantaranya :
1. Alat pengukur panjang badan bayi aluminium ini mempunyai kelemahan pada panel
penggeser maupun panel untuk menempel di kepala, sebab tidak statis (mudah
digerak-gerakan ke kiri dan ke kanan). Oleh sebab itu pengukur HARUS BERHATI-HATI
dalam mengukur, PEMBACAAN dilakukan ketika posisi kedua papan
tersebut tegak lurus. Caranya adalah minta bantuan petugas pengunpul data
lain atau ibu anak/bayi untuk memegang papan bagian kepala, dan
pengukur memegang papan bagian kepala.
2. Batas pengukuran maksimal adalah
100 cm. Apabila ditemukan panjang anak lebih. Dari 100 cm,
dapat digunakan meteran kain dengan menempelkan meteran pada papan.
Bila panjang badan anak kurang dari batas minimal alat ukur,
dapat digunakan penggaris atau alat tambahan sampai ke batas minimal, kemudian
diukur selisihnya untuk mendapatkan hasil panjang badan anak
yang sebenarnya.
3. Sebaiknya pengukuran dilakukan
dengan meminta bantuan petugas pengumpul data lainnya, atau
ibu anak untuk memegang kepala anak agar tepat menempel pada
siku alat dan tetap menghadap
keatas. Sementara petugas pengukur meluruskan kaki dan
telapak kaki bayi/anak, sekaligus membaca hasil ukur.
Infantometer saat ini sudah semakin modern dan akurat daripada alat pengukur panjang badan aluminium manual biasa, namun tetap saja ketelitian sangat dibutuhkan dalam melakukan pengukuran. sekian yang bisa saya sampaikan, mungkin hanya sedikit tapi semoga bermanfaat.
Referensi :
Supariasa, I Nyoman Dewa. Penilaian Status Gizi.Jakarta: EGC. 2001